Sabtu, April 28, 2012

Empat Belas Maretku, Dua Puluh Delapan Jam Sehari.

Sejatinya hidup adalah penantian sebuah antrian panjang, dimana terdapat tahapan-tahapan yang harus dilalui. Dua belas jam yang lalu, aku tergopoh-gopoh bangun dari tempat tidur. Dengan segala daya upaya aku mencoba melewati kantuk, menembus air dingin kamar mandi, melewati hawa pagi buta, menuju bandara. Aku masih di Indonesia.

Saat ini pukul 17.00 wib. Sebuah pesawat besar dua tingkat membawaku pergi. Jauh. Melewati selat Sunda, melintasi pulau Sumatra. Sebuah perjalanan ke barat. Menjauhi tanah kelahiran, mendekati tanah yang suci.

Pukul 18.00 wib. Makananku sudah tersaji di atas meja lipat. Spageti lauk ikan, puding ice cream, roti dengan mentega & mayonaise, dan salad sayur yang bagiku lebih pantas disebut acar sayuran. Baru saja aku berucap dalam hati, aku ingin mie dengan ikan. Dan semenit kemudian, pramusaji menghidangkannya padaku. Subhanallah.

Dari tadi yang dapat tertangkap oleh kedua mataku hanyalah gumpalan awan & sinar matahari senja pukul tiga sore. Bukan pukul tujuh malam seperti yang diinformasikan oleh jam tanganku saat ini. Di samping tempat dudukku sudah terdapat satu kantong plastik berlogo Carefour berisi puding ice cream, dua buah roti milikku dan ibu serta pisau & garpu plastik sisa makan malam ( sore waktu setempat). Biasa, Indonesia.
Hei sekarang bukan lagi di Indonesia. Mungkin India, atau Pakistan. Dan aku mulai memamah biak puding ice cream ku.

Tepat pukul 12 malam wib aku terkejut. Bukan karena ada cinderlla yang kembali berubah menjadi upik abu, tapi ini saatnya makan malam (lagi). Ya, makan malam waktu arab. Menunya juga gak jauh beda dengan makan malam wib sebelumnya. Dan segera makananku kembali masuk kantong plastik sebelum pramugari melewatiku.

Empat belas maretku sudah tidak lagi 24 jam,tapi menjadi 28 jam. Begitupun makananku, menjadi 4x dalam sehari. Berkah perjalanan menuju ke barat. Alhamdulillah.