Jumat, Agustus 16, 2013

meninggalkan zona nyaman dengan menikah

Meninggalkan zona kenyamanan berarti kita sudah menuju awal kesuksesan.

Begitu juga dengan menikah.

Sebelum menikah, zona nyaman kita selama ini berada di bawah asuhan orang tua. Apa yang kita lakukan masih menjadi tanggung jawab orang tua. Namun ketika menikah, semua tingkah laku kita sudah sepenuhnya kita yang akan pertanggung jawabkan. Kita lah sebagai pelaku pengambil keputusan. Tentunya dalam hal ini kita sebagai sepasang suami istri. Tidak hanya suami atau istri sendiri.

Oleh karena itu sebaiknya kita menyadari sepenuhnya arti tanggung jawab yang diawali dengan ijab kabul. Sebuah pelimpahan tanggung jawab dari orang tua kepada seorang suami. Tentunya tidak menutup pula tanggung jawab seorang istri.

Ijab kabul tidak hanya sebatas ucapan dan berlaku sebatas pesta pernikahan usai. Tetapi seumur hidup, bahkan sampai akhirat di hadapan Tuhan.

Menikah, tidak hanya antara suami dan istri. Tetapi juga antara dua keluarga besar yang nantinya akan saling bersinggungan.

Kita harus siap meninggalkan zona nyaman sebagai seorang anak, dan beralih menjadi seorang suami atau istri.

Tetapi seperti kalimat pembuka, akan ada kesuksesan setelah kita berani meninggalkan zona nyaman kita. Pasti. Yakinilah.

*balada H-14*

Senin, Juli 08, 2013

bulan yang sama


Rasanya kebahagiaanku lenyap dalam sekejap ketika kita berbeda dalam sebuah keyakinan.

Walau kita satu Tuhan,  satu Kitab suci yang disampaikan oleh Rosul yang sama, tetapi ada paham yang membuat kita beda.

Tak akan menjadi masalah bila kita hanyalah aku dan kamu, baik saat ini dan selamanya.

Namun kenyataannya saat ini aku dan kamu sedang menuju kepada penyatuan menjadi kita untuk selamanya.

Entah bagaimana jadinya nanti bila suatu saat kembali terulang situasi beda ini yang mengembalikan kita menjadi aku dan kamu.

Tak akan menjadi masalah bila aku kelak mengikutimu sebagai seorang pimpinan rumah mungil kita.

Namun kenyataannya sudah terpatri dalam benakku apa yang telah aku pahami dari orang tua dan keluarga selama ini sebelum bertemu denganmu. 

Aku sepenuhnya menyadari bahwa ini akan menjadi suatu siklus dalam hidupku bersamamu.

Tapi semesta seolah menutupinya dengan iming2 cinta dan masa depan yang begitu indah.

Aku seutuhnya berharap bahwa suatu saat kamu akan berpaham yang sama denganku.

Tapi berulang kali jua dinding harapan itu runtuh oleh kenyataan tentang pahammu yang tak sejalan.

Lalu apakah aku akan hidup dalam siklus tipu daya semesta dan reruntuhan harapanku?? 


Mungkin maksud Tuhan adalah agar aku dan kamu bisa menjadi pribadi berilmu yang ikhsan. Sepertinya pemikiran itu lebih bijak




Kata Rosul,  LA TAHZAN! 
Kata Pak Mario, hilangkan pikiran yang memberatkamu.
Kata hatiku, kapan kita dapat melihat bulan yang sama?! 



Minggu, Juni 30, 2013

lenovo



Hi Leno. Welcome to my life. Hope you can be my part of life in happines and sadness.

So many thanks to my fiancee @fajrulfalakh gave me Leno in my 26th birthday.

Hope we'll being together soon ;)

Sabtu, April 27, 2013

- KINI -

Melihat film “Perahu Kertas” di malam Minggu seperti ini bagi sebagian orang mungkin hanya sebagai hiburan. Tetapi tidak bagiku. Segalanya seperti nyata. Aku menjiwai, meresapi beberapa adegan dan pilihan katanya. Ini mungkin terkesan absurd.

Disinilah aku. Menatap sebuah layar 21 inch dalam kamar berukuran 3x4 meter. Seorang diri. Dan kamu disana. Entah bersama siapa. Tak ada kabar.

Mungkin ada yang salah dengan sinyal operatorku. Cepat-cepat aku me-nonaktifkan telepon genggamku, dan sedetik kemudian mencoba mengkoneksikan kembali.

It’s connecting…

We are connected, I think. Or just I am, not us.

Kalimat terakhir pada percakapan kita dalam sebuah aplikasi chat itu berasal dari aku, dua jam yang lalu. Sebentar-sebentar aku melirik posisimu yang mungkin sedang typing, atau sesekali memastikan bahwa kita tersambung. Dan sekali lagi “perahu kertas” menghanyutkanku menjadi sosok Kugy.

Kabar terakhir darimu yang ku terima adalah hasil bidikan kamera temanmu yang menerjemahkan betapa bahagianya dirimu dalam suasana pegunungan yang hijau dan aliran air terjun di kakimu.

Indah. Tetapi tak seindah isi otakku yang bergumam sendiri, ‘siapa yang mengambil gambarmu tadi? Seorang teman wanitamu?’

…Bila kau dengan yang lain sesungguhnya ku tak rela…

Aku menyadari sepenuhnya, bahwa hidup membujang di sebuah kota megapolitan, agak nyeleneh bila hanya menghabiskan malam Minggu sendirian. Dan aku memaklumi bila memang kamu menghibur diri dari segudang kerja lembur di weekdays dengan bersama teman-temanmu, pria ataupun wanita.

Tetapi sungguh aku tetap tidak bisa menghindari bayang-bayang dirimu bersamanya yang pernah singgah di hidupmu. Sekalipun kau tidak melakukannya atau mungkin tidak berterus terang padaku tentang itu.

Satu kota, satu apartement, satu hobi, dan satu atau dua kesamaan lainnya.

…Dan tak seindah cinta yang lalu, yang jalan dan jalin tanpa restu
Ku akhiri namun tak berakhir, ku hindari, hati tak ingin terpisah…

Status ter-update kini sebuah artikel online, seperti sengaja dikirimkan oleh Tuhan untukku.

“Sudah yakin mau menikah? Pastikan Anda berdua bisa saling berbicara terbuka tentang apa saja.”

Aku meluncur ke situs itu, membaca, dan mencermati setiap kalimat tips di dalamnya. Mencerminkan pada diriku. Malu. Hampir sebagiannya mengarahkanku pada kesimpulan “aku belum yakin untuk menikah”.

Waktu berlalu. Perahu kertas sudah lama hanyut dalam imajinasiku. Dan setan kecil di sebelah mengarahkan jari-jari pada layar smartphoneku untuk menuju timeline pribadimu. Tetapi nihil. Gemerlap megapolitan (atau teman wanitamu) telah menghapus diriku dari pikiranmu.

…Mungkin salah diri ini memikirkanmu, Aku kini telah berdua…

Aku terlelap dalam kehampaan tentangmu.

Selasa, Maret 19, 2013

Sehari Setelah

Sehari setelah kamu pergi, aku hidup bagai zombie.
Mataku sembab.
Menangis tiap kali ku ingat kamu.
Pandanganku kosong.
Bayanganmu masih memenuhi rongga kepalaku.
Pikiranku tak fokus.
Membuka tutup botol yang seharsunya memutar
aku lakukan dengan menariknya.
Jalanku linglung.
Hampir saja aku menabrak tukang becak dari arah berlawanan.

Sehari setelah kamu pergi, aku merasa terasing,
Saat lain tertawa, aku sedu sedan.
Saat semua berdebat, aku terdiam.
Saat mereka berdua, aku sendiri.
Saat dunia terang benderang, hatiku temaram.

Sehari setelah aku hidup bagai zombie dan terasing,
aku mencoba untuk bangkit meski sakit.
ku berusaha tuk bergerak walau merangkak.
dan melanjutkan hidup dengan rindu yang meletup-letup.