Minggu, Januari 08, 2012

ikhlasku

Seorang anak kecil sedang asyik bermain di jok belakang mobil. Wajahnya menghadap arah belakang. Tak peduli sorot lampu dari mobilku yang mengenai wajah mungilnya. Imajinasi telah menguasai segala tindakannya untuk bermain sesuka hati. Sementara sang ibu masih konsentrasi mengendarai mobil di tengah kemacetan sore itu.

Persis dengan diriku beberapa tahun lalu bersama Bagas, bocah usia 3,5 tahun buah hatiku dengan Mas Dhana. Dan kini semua musnah. Bagas tlah pergi, seiring perceraianku.

Semua terjadi begitu saja dan pengadilan memenangkan Mas Dhana untuk mengasuh Bagas. Alasannya simpel, karena aku hidup seorang diri di kota pahlawan ini. Sungguh tak masuk akal. Atau memang hanya akal-akalan ibu mertuaku. Mantan ibu mertua lebih tepatnya. Sementara aku ibunya Bagas.

Mereka bilang,aku bisa menjenguknya tiap minggu. Tapi kenyataannya tidak. Selalu saja ada alasan mereka yang membuatku tidak bisa melihat wajah mungil anakku. Entah sedang dibawa ke rumah saudara, ikut arisan keluarga, atau sekedar jalan-jalan ke mall dengan neneknya.

Satu tahun aku bertahan dengan kondisi terus menerus mencoba menemui Bagas di akhir pekan. Segala upaya telah ku lakukan. Sampai aku tak punya waktu untuk mengurus diri. Pekerjaanku berantakan. Dan lihat tampangku kini, kuyu tak ada gairah. Nasihat kawan dekat hanya sebatas angin lalu. Semua ku lakukan sebagai rutinitas belaka. Cukup. Kini ku relakan Bagas dengan keluarga barunya. Ibu tirinya. Bukan aku,ibu kandungnya.

Kembali ku tatap jalanan malam itu yang penuh gemerlap lampu. Hingga lampu merah di sebuah perempatan jalan protokol. Menyembul kepala anak perempuan berpotongan rambut mirip Dora di sebelahku. Membawa di pundaknya banyak bungkusan kerupuk putih. Hampir-hampir wajah manisnya tertutup.
Diam tanpa kata, ia menatapku. Tatapannya berkata, 'belilah satu bungkus kerupuk ini, Bu'. Aku tak tega untuk memberinya lambaian tangan, ku turunkan kaca samping.

"Berapaan kerupuknya?"

Tangan mungilnya mengacungkan jari telunjuk & jari tengahnya. Ku berikan selembar dua puluh ribuan, "saya ambil tiga saja, kembaliannya buat kamu." Senyumnya merekah seiring diberikan tiga bungkus kerupuk kepadaku.

"Ter.ma.ka.ih", katanya terbata.
***
Aku menuang air panas pada secangkir teh seduh. Sejak pertemuan dengan anak perempuan potongan dora yang menjual kerupuk itu, aku berbisik lirih, "mungkin lebih baik begini."

Bagas tidak denganku, agar dia tak kesepian, dan punya masa depan yang lebih baik. Sementara aku, harus bisa menatap masa depan dan menjalankan kehidupanku. Tanpa Bagas.